Paket Outbound Wisata Bromo Batu Malang

Selasa, 23 September 2025

Nasi Boranan Lamongan: Kuliner Tradisional yang Hampir Punah

Di balik gemerlap kuliner kekinian, masih ada satu mahakarya rasa yang kini mengambang di batas kenangan: Nasi Boranan atau sering disebut Sego Boran kuliner otentik dari Lamongan yang nyaris punah. Hidangan ini bukan sekadar nasi bercampur lauk; melainkan fragmen sejarah, identitas budaya, dan aroma rempah yang menggetarkan kenangan masa lalu.

 

Nasi Boranan Lamongan: Kuliner Tradisional yang Hampir Punah



 

Jejak Sejarah yang Tertinggal

 

Menurut kisah yang turun-temurun, Nasi Boranan pertama kali muncul di sebuah dusun di Lamongan, jauh sebelum Indonesia merdeka. Ada pula yang menyebut era 1940-an hingga 1950-an sebagai masa kelahirannya, yang mulanya hanya disajikan pada hajatan atau upacara desa.

 

Nama “boranan” sendiri berasal dari boran, yaitu wadah besar anyaman bambu berbentuk keranjang bundar tempat nasi dan lauk dibawa oleh penjualnya.

 

Dahulu, para penjual berjalan kaki membawa boran di punggung atau kepala, menawarkan seporsi nasi hangat dari satu kampung ke kampung lain. Tradisi ini menumbuhkan citra khas: penjual yang menjajakan dagangannya sambil berkeliling, mengingatkan pada era ketika makanan bukan sekadar komoditas, tetapi bagian dari cerita hidup masyarakat.

 

Komposisi Rasa yang Autentik

Sajiannya tak sederhana. Nasi putih—seringkali dimasak dengan santan dan daun pandan sehingga harum dan sedikit manis disajikan bersama lauk seperti ayam, tahu, tempe, telur asin, jeroan, ikan bandeng, dan bahkan lauk langka seperti ikan sili yang dulunya lebih mahal daripada daging ayam.

 

Tak hanya lauk, ada elemen tekstural khas yang sulit ditemukan di kuliner lain: empuk (olahan tepung terigu berbumbu), pletuk (kacang atau nasi kering berbumbu yang memberi bunyi “pletuk-pletuk” saat dikunyah), dan tentu rempeyek. Semua berpadu dengan bumbu kaya rempah—terasi, lengkuas, bawang, jeruk purut, cabe rawit, hingga kelapa parut—yang menciptakan kombinasi gurih, pedas, dan aromatik khas Lamongan.

 

Kehilangan Identitas: Krisis Ciri Khas

Sayangnya, elemen identitas ini perlahan luntur. Saat ini, banyak pedagang beralih dari boran bambu ke wadah plastik modern demi efisiensi dan kepraktisan. Pergeseran ini memang memudahkan, namun juga mengurangi makna filosofis dan simbol visual yang membuat nasi boranan berbeda dari nasi bungkus biasa.

 

Padahal, beberapa tahun lalu nasi boranan telah diakui secara resmi sebagai warisan kuliner khas Lamongan. Jika aspek-aspek visual dan tradisionalnya hilang, maka makna sejarah yang melekat di dalamnya pun ikut terkikis.

 

Pencinta Kuliner yang Mulai Bangkitkan Lagi

Meski kian langka, dorongan pelestarian tak sepenuhnya lenyap. Beberapa penjual masih setia menggunakan boran bambu bukan sekadar soal nostalgia, tetapi demi menjaga otentisitas. Di sisi lain, pemerintah dan komunitas lokal mulai menyadari nilai nasi boranan sebagai warisan budaya sekaligus potensi wisata kuliner.

 

Festival dan promosi kuliner pernah digelar, dan rencana pembangunan pusat penjualan nasi boranan di jantung kota Lamongan juga sempat mencuat. Langkah-langkah seperti ini penting agar bukan hanya cerita yang diwariskan, tetapi juga rasa yang tetap hidup di lidah generasi berikutnya.

 

Saat Ini: Dilema dan Harapan

Kini, nasi boranan bisa ditemui di beberapa titik penjualan di kota Lamongan. Namun jumlahnya tidak sebanyak dulu. Hanya sedikit pedagang yang masih mempertahankan cara penyajian tradisional dengan boran asli, sementara yang lain mulai mengikuti pola modern yang lebih praktis.

 

Vendor Outbound Batu Malang

Para penjual yang masih bertahan biasanya adalah pedagang turun-temurun, yang mewarisi resep dan cara lama dari orang tua mereka. Bagi mereka, nasi boranan bukan sekadar makanan, tetapi warisan keluarga dan identitas daerah. “Kalau bukan kita yang jual, siapa lagi?” begitu ungkapan yang kerap terdengar dari para pedagang lama.

 

Apa yang bisa dilakukan sekarang?

·       Kampanye kesadaran – Promosi melalui media sosial dan liputan kuliner dapat merangkul generasi muda untuk kembali mengenal Nasi Boranan.

 

·       Festival dan pusat penjualan – Menyediakan tempat khusus di pusat kota akan mempermudah wisatawan menemukan kuliner khas ini.

 

·       Variasi praktis tanpa menghilangkan keaslian – Inovasi kemasan modern tetap dapat mengedepankan elemen tradisional agar mudah diterima pasar masa kini.

 

·       Edukasi dari penjual – Cerita tentang resep turun-temurun dan proses pembuatan tradisional dapat membuat pelanggan lebih menghargai nilai budaya di balik setiap suapan.

 

Menatap Masa Depan: Memori yang Bisa Ditelan

Lamongan kaya akan kuliner: soto, tahu campur, dan lainnya. Namun hanya sedikit yang menyimpan kisah begitu dalam seperti nasi boranan. Ia adalah fragmen peradaban kuliner yang mengingatkan kita bahwa makanan bukan sekadar asupan, tetapi juga cerita dan identitas.

 

Baca Juga:Masakan Daerah Lamongan: Sejarah, Ciri Khas, dan Kuliner Legendaris


Jika suatu saat nasi boranan hanya tinggal nama di buku sejarah, kita akan kehilangan lebih dari sekadar rasa kita akan kehilangan bagian dari jati diri Lamongan. Karena itu, perlu ada upaya bersama: dari penjual, masyarakat, hingga generasi muda, agar kuliner ini terus bertahan dan diwariskan.


Penulis : Wilda Maulidia (lid)

Postingan Terkait

Provider Outbound Batu Malang

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *