Jumat, 03 Oktober 2025

Sejarah Rujak Cingur, Dari Makanan Lokal Hingga Menjadi Ikon Kota

Sejarah Rujak Cingur, Dari Makanan Lokal Hingga Menjadi Ikon Kota

NGLENCER - Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan tradisi kuliner. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah memiliki kekhasan yang mencerminkan budaya dan sejarah masyarakatnya.

Di Surabaya, salah satu kuliner yang tak pernah lekang oleh waktu adalah rujak cingur. Hidangan ini bukan sekadar makanan, melainkan cerminan identitas sekaligus simbol keberagaman rasa yang lahir dari perjalanan panjang masyarakat Jawa Timur.

 

Asal Usul dan Filosofi Rujak Cingur

Sejarah rujak cingur dipercaya sudah ada sejak masa kerajaan di Jawa Timur. Nama "cingur" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti hidung atau moncong sapi. Bagian ini kemudian dimasak, dipadukan dengan aneka sayuran segar, lontong, tahu, tempe, serta siraman bumbu petis khas Surabaya.

Bagi masyarakat Jawa, setiap komposisi dalam hidangan ini menyimpan makna. Sayuran segar melambangkan kesuburan, cingur sebagai sumber tenaga, sementara petis udang yang pekat menggambarkan kekuatan rasa hidup. Filosofi inilah yang membuat rujak cingur tak hanya sekadar makanan jalanan, tetapi juga simbol kearifan lokal.

 

Peran Petis dalam Sejarah

Bumbu petis adalah kunci. Tanpa petis, rujak cingur hanyalah campuran sayuran biasa. Sejak dulu, petis diolah dari udang hasil tangkapan masyarakat pesisir Jawa Timur. Inilah yang menegaskan hubungan erat antara laut, daratan, dan masyarakat kota. Perpaduan ini menghasilkan rasa khas yang tidak ditemukan di tempat lain.

 

Dari Dapur Rakyat ke Ikon Kota Surabaya

Awalnya, rujak cingur hanya disantap di rumah-rumah sederhana. Namun, seiring waktu, hidangan ini menyebar ke warung tradisional hingga restoran modern. Transformasi ini menunjukkan bagaimana makanan rakyat bisa naik kelas menjadi ikon kuliner kota.

 

Rujak Cingur sebagai Identitas Kota

Di Surabaya, rujak cingur bukan sekadar pilihan menu. Ia telah menjadi simbol kebanggaan. Wisatawan yang datang hampir selalu mencarinya, menjadikannya oleh-oleh pengalaman kuliner yang wajib dicoba. Bahkan, pemerintah kota sering menjadikan rujak cingur sebagai bagian dari promosi pariwisata untuk memperkuat citra Surabaya sebagai kota kuliner.

 

Perjalanan ke Kancah Nasional

Tak hanya di Jawa Timur, rujak cingur kini sudah dikenal di berbagai daerah Indonesia. Beberapa festival kuliner nusantara juga kerap menghadirkannya sebagai representasi Surabaya. Popularitas ini semakin mempertegas bahwa rujak cingur bukan sekadar makanan lokal, melainkan warisan yang telah menembus batas wilayah.

 

Rujak Cingur dalam Perspektif Budaya

Di balik cita rasanya yang kompleks, rujak cingur juga punya dimensi budaya. Dalam beberapa acara tradisional Jawa Timur, hidangan ini kerap disajikan sebagai simbol kebersamaan. Masyarakat percaya bahwa memakan rujak bersama bisa mempererat ikatan sosial.

 

Baca Juga: Godaan Kuah Hitam Medok dan Sambal Membara Khas Rawon Setan


Perpaduan Tradisi dan Modernitas

Meski berakar dari tradisi, rujak cingur kini juga tampil dengan wajah modern. Banyak restoran menghadirkannya dengan sentuhan baru, misalnya menggunakan plating elegan atau memadukannya dengan bahan tambahan yang lebih variatif. Walau begitu, esensi utamanya tetap sama: cita rasa khas petis yang mendominasi.

 

Keunikan Rujak Cingur Dibanding Kuliner Lain

Setiap daerah di Indonesia memiliki rujak. Ada rujak buah segar di Jawa Barat, rujak manis di Yogyakarta, hingga rujak bebek di Madura. Namun, rujak cingur memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan bahan utama yang tidak biasa, yakni cingur sapi. Inilah yang menjadikannya otentik dan berbeda dari rujak di daerah lain.

 

Kombinasi Tekstur dan Rasa

Keistimewaan rujak cingur juga terletak pada perpaduan teksturnya: kenyalnya cingur, segarnya sayuran, lembutnya lontong, dan gurih pedas bumbu petis. Perpaduan rasa asin, manis, pedas, dan asam seolah mewakili keberagaman lidah masyarakat Indonesia.

 

Rujak Cingur di Era Globalisasi

Di era globalisasi, rujak cingur semakin sering tampil di meja restoran modern bahkan hotel berbintang. Beberapa chef mencoba memperkenalkan kuliner ini ke luar negeri sebagai representasi cita rasa nusantara.

 

Baca Juga: Ketika Daging dan Kelapa Bersatu dalam Harmoni Rasa


Tantangan Melestarikan Rasa Asli

Meski demikian, ada tantangan besar: menjaga keaslian rasa. Modernisasi seringkali membawa perubahan, baik pada cara penyajian maupun komposisi bahan. Di sinilah peran masyarakat lokal dan pelaku kuliner sangat penting untuk tetap mempertahankan identitas asli rujak cingur.

 

Mengapa Rujak Cingur Layak Disebut Ikon?

Ada beberapa alasan mengapa rujak cingur layak menyandang status sebagai ikon kota Surabaya:

  1. Keaslian bahan dan bumbu yang sulit ditemukan di daerah lain.
  2. Sejarah panjang yang melekat dengan perjalanan budaya masyarakat Jawa Timur.
  3. Keterhubungan dengan identitas kota yang menjadikan Surabaya terkenal sebagai pusat kuliner khas.
  4. Kemampuan beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan esensinya.

 

Menjaga Warisan Kuliner untuk Generasi Mendatang

Rujak cingur bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal identitas. Jika generasi muda tak lagi mengenalnya, maka hilang pula sebagian dari wajah Surabaya. Oleh sebab itu, edukasi kuliner dan promosi budaya menjadi penting agar makanan ini tetap hidup di tengah gempuran tren makanan modern.

 

nglencer.id

Peran UMKM dan Pariwisata

Banyak pelaku UMKM kuliner di Surabaya menjadikan rujak cingur sebagai andalan usaha. Selain memperkuat perekonomian lokal, mereka juga turut menjaga keberlangsungan warisan kuliner ini. Dukungan pariwisata semakin menegaskan bahwa rujak cingur adalah bagian dari citra kota yang tidak tergantikan.

 

Rujak cingur adalah bukti nyata bahwa makanan bisa menjadi representasi identitas sebuah kota. Dari sejarah panjangnya hingga keberadaannya yang kini mendunia, kuliner ini mengajarkan bahwa sebuah tradisi bisa bertahan sekaligus beradaptasi dengan zaman. Sebagai ikon kota Surabaya, rujak cingur bukan hanya soal kelezatan, tetapi juga tentang bagaimana budaya lokal bisa terus hidup dalam setiap suapan.


Penulis : Wilda Maulidia (lid)

 

Postingan Terkait

Provider Outbound Batu Malang

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *